Apa hebatnya menjadi dewan ? Apa yang dicari hingga terkadang harus menipu diri berpura pura ramah, berkorban , sanggup menghirup keringat dan mencium betapa tidak sedapnya nafas rakyat jelata karena tidak teraturnya sikap gigi. Hitung hitungan materi tidak untung maka satu yang dikejar yakni panggilan “ dewan terhormat”. Penelitian penulis biaya mendapatkan 1 kursi anggota DPRD kabupaten setidaknya Rp. 1, 5 miliar. Itu baru berhak bermimpi mendapatkan satu kursi . Sekali lagi masih kelas “berhak mimpi”.
Tidak kecil modal yang harus diperjudikan untuk meraih panggilan “ dewan terhormat”. Disamping materi minimal Rp. 1,5 Miliar seorang caleg harus sanggup memasang muka senyum. Menahan amarah meski terhina. Sabar menghadapi pertanyaan rakyat yang kebanyakan negative. Pokonya siap menjadi orang lain selama masa kampanye menarik simpati.
Dari penelitian dan masukan yang diterima penulis sesungguhnya ingin jadi dewan kalau motifnya ekonomi maka akan berakhir emosi. Jika motifnya lowongan kerja maka siap siap saja dengan cost diatas pasaran. Dan dalam prosesnya pasrahkan saja pada nasib dan untung tuntungan . Calon pemilih yang sudah diuruskan kepetingan pribadinya, Administrasi kependudukannya, hadiri undangan pestanya, kirimkan papan bunga. Berikan bantuan proposal kegiatan. Belikan baju ormas dan OKP. Uruskan sekolah anaknya dan terakahir berikan serangan fajar juga tidak menjadi jaminan suaranya akan memilih kita. Faktanya jika semua serangan fajar caleg diterima pemilih. Maka jalan terakhirnya pemilih akan mencoblos nama yang memberikan “serangan fajar” paling besar atau mencoblos semua caleg yang memberikan uang “serangan Fajar”.
Dari penelitian dan masukan yang diterima penulis setidaknya begini perhitungan cost yang dikeluarkan seorang caleg mencapai Rp. 1,5 miliar dan itu belum jaminan bisa mendudukannya di salah satu kursi DPRD kabupaten.
Meski undang undang melarang “Serangan fajar “ namun faktanya sulit mencari pemenang kursi dewan kabupaten tanpa melakukan “Serangan fajar “. Cerita serangan fajar juga bagi disepakati untuk tidak dibahas karena melanggar aturan item ini gampang gampang susah untuk dibuktikan secara hukum . Susah dibuktikan karena ketegasan dalam penindakannya
Untuk tahun ini diperkirakan rata rata setidaknya satu suara diseputaran Rp. 150.000 per orang. Meski demikian tetap saja belum menjadi jaminan rakyat penerima amplop mencoblos kita. Karena caleg lain juga melakukan hal yang sama di bawah pasaran atau diatas pasaran.
Pengalaman caleg periode silam menyebutkan jika “menyiram 100 amplop maka suaara yang diperoleh 40 s/d 50 suara saja. Jika persentasi hanya sekitar 50 persen maka untuk mendapatkan 2.500 suara seorang caleg harus “menyiram “ 5000 suara. Maka untuk serangan fajar ini harus menyiapkan uang nominal Rp. 750.000.000.
Ini merupakan kost puncak pertarungan namun begitu terdaftar sebagai caleg tetap maka “ caleg serius “harus mengeluarkan sejumlah biaya di Daerah Pemilihannya.
Dengan estimasi 40 desa dalam satu dapil maka seorang caleg harus mengeluarkan setidaknya Biaya BBM kendaraan tim sukses 40 desa X 1 juta X 6 bulan maka itu Rp. 240.000.000
Pembentukan posko Dapil dengan menggaji 1 sekretaris, listrik, air, dan biaya pulsa 6 bulan x 3.000.000 = 18.000.000 itu belum biaya makan minum jika tamu datang.
Untuk memperkenalkan wajah dan sosialisasi nama dan partai seorang caleg harus mengeluarkan biaya untuk baliho dan biaya pemberitaan media setidaknya Rp. 100 juta untuk 6 bulan.
Bicara Dewan sebagai jabatan bergengsi maka seorang caleg harus siap siap memberikan sumbangan dan partisipasi kepada lembaga masyarakat, pribadi, dan bantuan sosial, papan Bunga, amplop suka atau duka dan lainnya seminimnya ini Rp. 100.000.000 selama 6 bulan. Meski katanya tanpa mahar namun ada saja uang keluar untuk kepentingan partai dan itu bisa mencapai Rp. 50. 000.000.
Karena tidak mungkin hanya berdiam dirumah maka seorang caleg harus turun ke dapilnya dengan estimasi mengurusi 40 desa dalam satu dapil maka jika 1 kali pertemuan saja per desa dengan cost Rp. 1,5 juta maka biaya untuk itu Rp. 60.000.000.
Dan difinalnya menjaga suara agar aman maka caleg harus mempunyai saksi pribadi di TPS jika 100 TPS saja dikali cost Rp. 200.000 maka biayanya Rp. 20.000.000. Dan menjadi wajib biaya untuk mereka yang ditugaskan melakukan serangan fajar. Estimasi 80 orang untuk 40 desa dikalikan dengan Rp. 500.000 maka besarannya Rp. 40.000.000.
Untuk biaya tim sukses utama yang menjadi manajemen pergerakan maka tim sukses selama 6 bulan Rp. 1.000.000 x 10 orang = Rp. 60.000.000 maka total biaya yang dibutuhkan seluruhnya Rp. Rp. 1.438.000.000 atau sekitar Rp. 1,5 Miliar.
Lantas apa yang didapat seorang anggota DPRD Kabupaten? Gaji serta tunjangan anggota dewan seperti DPRD Kabupaten/ Kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017. Meski demikian, jumlah gaji anggota DPRD Kabupaten/ Kota akan berbeda-beda. Karena juga dipengaruhi postur APBD.
Walaupun berbeda, berikut ini gambaran gaji dan tunjangan anggota dewan kabupaten dan kota: Uang Representasi Rp 1.600.000 , Tunjangan Keluarga Rp 200.000 ,Tunjangan Beras Rp 300.000 , Uang Paket Rp 150.000 , Tunjangan Jabatan Rp 2.300.000 , Tunjangan Alat Kelengkapan Rp 90.000 , Tunjangan Reses Rp 2.600.000
Maka penerimaan perbulannya Rp. 7.240.000 jika dikalikan 60 bulan (5 Tahun anggota dewan) maka total penerimaan Rp. 434.400.000
Sementara itu biaya Tunjangan Perumahan Rp12.000.000 , Tunjangan Komunikasi Intensif Rp10.500.000 , Tunjangan Transportasi Rp 12.000.0000 dengan jumlah penerimaan pertahun Rp. 34.500.000 . Jjika dikalikan 5 tahun maka pemerimaan Rp. 172.500.000.
sehingga estimasi penerimanan seoarang naggota DPRD Kabupaten dalam 5 tahun hanya Rp. 606.900.000.
Penulis melihat dari kacamata ekonomi maka betapa tingginya spekulasi dan nekatnya seorang caleg dalam “ perjudian” dengan biaya modal Rp. 1,5 Miliar hanya mendapatkan penghasilan Rp. 606 juta selama periodenya.Padahal dari penerimaan ini seorang dewan juga harus stor sebahagian gajinya ke partai dimana dia menjadi kader.
Penulis melihat menjadi seorang politikus itu idealnya memang seorang yang sudah mapan dalam ekonomi sehingga ketika duduk tidak menjadikan jabatan dewan sebagai lapangan kerja meraih untung dan membayar hutang. Disisi lain boleh jadi mereka yang terjun ke dunia politik sebagai alat untuk melindungi bisnis dan mungkin perusahaannya atau koleganya.
Selama berprinsip menjadi dewan berharap gaji dan penghasilan untuk membutuhi kebutuhan rumah tangga dan bayar hutang maka yang akan terjadi seorang oknum dewan akan terseret ke praktek pidana yakni oknum Dewan calo proyek, calo mutasi dan calo calo lainnya yang berkaitan dengan pemerintah.
Pun demikian penulis juga menyakini ada juga dewan yang terpilih tanpa harus mengeluarkan kost tinggi mungkin dilatar belakangi tokoh public yang banyak berjasa bagi banyak orang. Tokoh spiritual yang mumpuni dan mungkin tokoh panutan. Namun orang begini jumlahnya sangat minim. (Penulis : Hendrik Situmeang Pemred Dairi Pers )
+ There are no comments
Add yours