Profesor Ikrar Nusa menyebut pemilu 2024 sebagai pemilu terbrutal dalam sejarah Indonesia. Disebut brutal sejak putusan MKMK memberhentikan paman Usman. Demikian terus bergulir dugaan kecurangan demi kecurangan terjadi . Wasit dan lessman yang harusnya penjaga fair play pertandingan justru dideteksi ikut dalam permainan. Penonton yang berani berteriak curang didatangi dan diancam akan dijahit mulutnya. Pertandingan berlansung seperti cerita pokoknya perkosa dulu, kalau nanti hamil justru akan memaksa untuk dinikahi.
Bagiku pemilu (Pilpres dan Pileg) ini sama sekali tidak membuatku terganggu. melihat drakor, sandiwara, curang, ancam mengancam , putar balik fakta. maling teriak maling. maling kundang, air susu dibalas air tuba, kutu loncat partai, balas dendam, jilat menjilat, tak beretika , santuy, gemoy atau apa saja istilahnya kuanggap hiburan saja.
Ada beberapa oknum jendral yang harusnya menjadi panutan rakyat sebut warna hitam tetap hitam toh kini kualitasnya sudah sama dengan rakyat awam yang bicaranya mencla mencle. Dulu menuding orang pelanggar HAM sekarang sebut pahlawan. Tertinggi MK sebagai pelabuhan keadilan dibawah ke Tuhan justru sama saja tidak beres. Sangat menjijikkan namun saya harus menghormati itu agar jangan terlihat saya amatiran.
Saya juga menghormati pemuja capres yang bahkan Namanya saja tidak masuk tim hore hore capres. Modalnya hanya puja puji di medsos , berfoto dengan baju kaos harga Rp. 15 ribu dengan foto capres favoritnya lantas upload di medsos. Berikutnya muncaul rasa yang tak biasa merasa lebih tinggi setingkat dari rakyat awam. Bagiku itulah bahagia pesta demokrasi menurutnya dan pantas tidak dikomentari.
Masih banyak indikasi indikasi anomaly yang aromanya melibatkan orang orang dilembaga yang harusnya alat penjaga demokrasi justru diperalat kekuasaan. Setidkanya itu yang disampaikan Deddy Sitorus di ILC “Pemilu terbrutal Sepanjang sejarah Indomesia” Saya tidak berani terlalu vulgar di rublik ini karena takut didatangi dan diancam pasal pasal KUHP . Pasti tidak pernah jipang menang melawan durian.
Prof Ikrar Nusa Bakti menduga sumber dari segala sumber kekacauan ini adalah sang maestro penyamar terbaik diseluruh dunia. Jutaan orang tertipu dengan kesederhanaan wajahnya. Kesederhanaan penampilannya hingga kini masih terlalu banyak orang terbius menyebutnya malaikat laki laki tak bersayap.
Bagiku apa yang terjadi sekarang tidak lebih dari politik kampungan saja . Tidak ada hebat atau luar biasanya. Anda mungkin pernah dengar seorang wanita cantik sulit ditaklukkan lantas diperkosa saja dulu. Soal etika dan moral masalah nanti. Kalau dia hamil maka semua mudah bahkan wanitanya yang mendesak dinikahi.
Bagiku pemilu kali ini sama dengan cara pandang Deddy Sitorus politikus PDIP penuh dengan tindakan tabrak semua aturan, langgar etika , kangkangi hukum. Berlaku budeg dan lancarkan kejahatan demokrasi dengan memperalat oknum aparat.
Kalau sudah menang tidak ada lagi yang mempersoalkan kejahatan itu. Yang muncul para pemuja, penjilat yang mengatakan itu bersih, jurdil dan angkat telor kepada pemenang. Tidak ada yang mempersoalkan siapa pemerkosa dan pendukung pemerkosa. Kondisi hamil telah memaksa korban diam dan diinjak hak azasinya tutup mulut dengan terpaksa.
Banyak orang mengagumi sang maestro menyebut luar biasa dalam berpolitik dan mengalahkan lawan lawannya tak berkutik. Namun bagiku sang maestro hanya politikus kampungan yang permainannya sekelas kabupaten saja
Bagiku tehnik sang maestro sudah kolot karena sepuluh tahun silam sudah ada mempraktekkannya di daerahku. Sukses setelah melanggar aturan. Menggunakan alat negara untuk memenangkan pertarungan hingga ada Dandim yang dicopot dan ada kapolres yang masuk kendang karena diperalat sang penguasa ikutan berpolitik.
Saya mau katakan dari 3 capres semua adalah orang orang terbaik dan saya tidak keberatan siapapun salah satunya jadi presiden. Namun jangan paksa saya menyukai sang Maestro yang telah terbongkar nakal bin jahat. Biarkan saya tidak menyukainya karena 9 tahun merasa terpedaya wajah lugunya. (Penulis : Hendrik Pemred Dairi Pers )
+ There are no comments
Add yours